28 April 2015

Disayang Allah



Berkali-kali ibu mengingatkan Nafil untuk segera sholat Isya. Namun Nafil tak bergeming. Asyik dengan kartun kesukaannya.
            “ Nafil ayo sholat isya dulu!”perintah ibu
            “ Sebentar, bu. Nanti kalo pas iklan langsung solat deh.”
            “Kenapa harus menunggu iklan?Hayo ingat tidak kata pak Ust Zain? Kalau sudah waktunya solat bersegeralah.” ibu mengingatkan.
            “ Iya, bu. Paling sebentar lagi kok!”
Iklan berganti iklan. Nafil masih duduk manis di depan televisi.
Ibu tampak rapi. Siap menghadiri pertemuan di balai RT. Ayah masih di kantor. Hari ini ayah lembur.
            “ Nafil ibu PKK dulu ya. Sudah sholat belum?”
            “ Hehe..sekalian kalau kartunnya selesai saja ya, bu?” pinta Nafil.
            “ Tadi bilangnya kalau pas iklan. Sudah berapa kali iklan yang muncul?” ibu sedikit melotot.
            “Iya, buuu. Nafil janji. Setelah selesai langsung solat.” Nafil pun masih enggan meninggalkan layar televisi.
            “Ee..,solat itu ga perlu janji. Memang sudah kewajiban seorang muslim dan muslimah.”
            “ Iya, ibuuuu..Nafil pasti solat kok.”
Dari luar terdengar suara Bu Har dan Bu Din memanggil.
            “ Ya sudah ibu berangkat dulu. Assalamualaikum.”
            “ Walaikumsalam.” jawab Nafil dengan tetap menatap layar televisi.

Peettt” lampu tiba-tiba padam.
Ibu belum pulang.
 Haduh..bagaimana ini.” batin Nafil.
Nafil bukan anak penakut. Tapi jika harus berlama-lama dalam gelap sendiri, rasa takut itu lama-lama menyeruak.
            “Senter dimana ya.” Nafil bergumam sambil meraba-raba benda disekitarnya.
Tiba-tiba terdengar derit pintu.
            “Ibuuuuu?” teriak Nafil
Tak kunjung ada suara balasan.
            “Ayah?”
Tapi tidak mungkin ayah masuk tanpa salam. Nafil mulai bergidik. Jangan-jangan ada maling.
Nafil berjalan perlahan kearah dapur. Mencari senter. Tiba-tiba suara derit pintu terdengar lagi. Keringat dingin Nafil mulai keluar.
            “ Aaa..ini dia!” senternya ketemu
Dengan gugup Nafil menyalakan senter. Dan…
            “Aaaaaaaaa…..ibuuuuu!!!” teriak Nafil sambil berlari kearah tak tentu. Ia berkali-kali menabrak benda-benda yang ada di sekitar.
            Gubrak..” Nafil terjatuh. Senter terlepas dari tangannya. Nafil tak peduli dengan senternya. Nafil hanya ingin berlari keluar mencari ibu atau tetangga. Nafil ketakutan melihat sosok yang ada dihadapannya. Sosok kakek berjenggot panjang.
Nafil berusaha lari sekuat tenaga dalam kegelapan. Menabrak benda disana sini. Rumah Nafil tidaklah luas. Tapi ia merasa di depan tidak berujung. 
            “Ya Allah pintu keluarnya dimana?”dalam larinya Nafil mulai menangis.
Nafil merasakan kakek itu terus mengikutinya. Sampai akhirnya Nafil terjerembab. Ketika Nafil bangkit, tiba-tiba ada tangan yang mencengkram bahunya.
            “ Astagfirullah..Yaa Allah tolong..” Nafil ketakuatan sekali. Siapa kakek itu. Kenapa tiba-tiba muncul.
Cengkeraman itu semakin kuat. Tubuhnya tergoncang-goncang. Nafil berteriak kencang memanggil ibu dan ayah. Tapi suara kakek itu tidak kalah keras memanggilnya.
            “Nafil ..Nafiiilll!”suara yang berat dan serak.
Semakin keras suara itu. Tapi..tunggu!!suara itu,terdengar seperti suara..
            “Ayah!”pekik Nafil sambil mengerjapkan matanya.
            “Nafil mimpi buruk ya?”
            “Iya, yah. Dikejar-kejar kakek tua. Sereemmm!!”cerita Nafil
            “ Nafil sudah berdoa waktu mau tidur?”
            “ …ketiduran, yah. Nafil tidak sempat berdoa..”
            “ Nafil sudah sholat isya belum?”
            “ Belum...” Nafil meringis“
            “ Beruntung Nafil mimpi buruk. Jadi Nafil terbangun. Itu tanda Allah sayang sama Nafil. Allah tidak ingin Nafil melewatkan kewajiban Nafil sebagai seorang muslim.”
            “ Berdosa tidak kalau meninggalkan sholat?” pancing ayah.
            “ Berdosa ..”
            “ Jadi…?” pancing ayah sekali lagi.
            “ Bersegera sholat jika sudah memasuki waktunya!” Nafil semangat.
            “ Supaya..?”
            “ Supaya tidak mimpi buruk lagiiiii!” teriak Nafil sambil lari menuju tempat wudhu.
Ayah tersenyum melihat tingkah Nafil.         

13 April 2015

Inspirator Abadi



Bicara mengenai inspirator atau sosok yang membuat terinspirasi dalam hidupku,  sebenarnya cukup banyak. Karena begitu banyak pula sosok-sosok yang telah berhasil menarik minatku. Dari orang yang biasa sampai yang sukses. Dari orang yang hanya melakukan hal kecil sampai hebat.
Ketika jaman masih gadis, wanita karir, kusebut demikian untuk mendefinisikan para wanita yang memakai blazer rapi, high heels lapan centi, wangi, smart dan punya jabatan tinggi di perusahan besar, begitu menarik minat dan perhatianku. Sebut saja ada Miranda Goeltom (waktu belum terkuak skandal jepitnya), Sri Mulyani, Mbak Vira (tetangga yang entah apa jabatannya di tempat dia bekerja, yang jelas penampilannya menggambarkan “wanita karir” sesuai definisi) dan sederet wanita-wanita berkedudukan tinggi baik di pemerintahan atau perusahaan. Mereka tampak begitu smart dan tangguh.
Demi ingin seperti “wanita karir” itu, begitu lulus kuliah aku langsung melayangkan lamaran kerja ke berbagai perusahaan besar. Masuk ke dunia kerja dan mulai meniti karir.
Seperti halnya ibu kota yang dituduh lebih kejam daripada ibu tiri, dunia kerja tak jauh lebih kejam daripada ibu kota. Banyak persaingan, tikung menikung untuk mendapatkan suatu jabatan. Setidaknya itu yang aku amati (masih sekedar mengamati) ketika masih berambisi mengejar karir.
Namun, seiring berjalannya waktu, dimana karir di tempat kerja ga naik-naik, ditambah pula pada akhirnya aku dipinang oleh laki-laki kalem yang begitu mencintaiku..(ehemm..), keinginan untuk berkarir di dunia kerja mulai menguap. Sang inspirator pun berubah (yang sebenarnya tanpa aku sadari beliau adalah inspirator abadi) Ibu ESTININGSIH. Yaa..beliau adalah ibuku. Sosok yang sukses menjadi seorang istri dan ibu dari dua orang anak. Tanpa pendidikan yang tinggi namun mempunyai wawasan yang begitu luas, mampu  berkecimpung di dunia politik dan memimpin organisasi. Wanita dengan banyak kesibukan namun ke dua anaknya tidak pernah terabaikan. Selalu bisa mengatasi segala kebutuhan dan keribetan anak dan suami. Sungguh, aku ingin sekali seperti beliau.