“Kalau punya anak perempuan kelak akan aku bekali dengan
ketrampilan-ketrampilan non akademis..”. Sebuah keinginan yang sangat dalam ya.
Tapi sebelumnya harus berusaha dulu untuk mendapatkan anak perempuan karena
sekarang baru ada dua lelaki kecil yang meramaikan rumah..hehe (Pingin banget
ya punya princess di rumah. *big smile)
Pada dasarnya dua kakak beradik berjenis kelamin laki-laki itu
juga tetap akan saya bekali dengan ketrampilan-ketrampilan non akademis. Pertukangan
mungkin atau melatihnya berdagang supaya jiwa wirausahanya muncul. Kenapa harus
dibekali dan kenapa sepertinya lebih mewajibkan membekali ketrampilan pada anak perempuan?
Adalah angan-angan yang seharusnya sudah dipikirkan sejak remaja
dulu. Bukan terlanjur, tapi hanya sedikit terlambat memikirkannya. (*menghela
nafas)
Berasal dari keluarga yang sebagian besar berprofesi sebagai
pegawai, pola pikir yang terbentuk pun pola pikir cari “aman”. Tidak perlu
memikirkan fluktuasi financial setiap bulannya. Resiko mengalami kebangkrutan
pun tidak ada. Kecuali perusahannya yang bangkrut. Itupun sesuai Undang-Undang
ketenagakerjaan pekerja masih mendapatkan pesangon. Bekerja di perusahaan,
apalagi mempunyai jabatan tinggi pun tampak lebih prestise. Oleh karena itu
begitu lulus kuliah langsung sibuk melamar dari satu perusahaan ke perusahaan
lain.
Permasalahan muncul ketika memutuskan menikah dan mempunyai anak.
Dilema muncul ketika anak pertama lahir. Kala itu masih bekerja di sebuah
perusahaan X. Usai cuti melahirkan, berat rasanya ketika harus kembali bekerja
dan menitipkan si kecil kepada eyangnya. Tumbuh kembangnya pun banyak yang
terlewati. Di sini baru terpikirkan kenapa tidak berwirausaha saja. Bekerja
dari rumah sambil merawat dan memantau tumbuh kembang si kecil. Toh sekarang
semakin banyak bisnis-bisnis yang bisa dilakukan dari rumah. Media sosial
sebagai perantara pun semakin beragam.
Karena tidak punya ketrampilan yang menghasilkan sesuatu yang bisa
dijual, maka langkah pertama setelah memutuskan untuk mengundurkan diri adalah
mencoba membuka online shop dengan sistem drop ship. Di awal penghasilan
lumayan walau tidak sebesar ketika menjadi karyawan. Lumayan daripada tidak ada
pemasukan sama sekali. Sedikit namun sebanding karena bisa mengurus anak. Namun
karena terbiasa dengan zona nyaman dan pola pikir yang terbentuk adalah pola
pikir untuk menjadi seorang pegawai maka semangat survive di dunia perdagangan
naik turun. Seringkali terbesit, seandainya dari dulu menyadari bahwa peran
sebagai seorang ibu lebih banyak dibutuhkan di rumah, menyadari bahwa berat
sekali rasanya ketika harus meninggalkan anak untuk bekerja dan terlebih rasa
sesal ketika melewatkan banyak masa tumbuh kembang si kecil, maka dari dulu
akan membekali diri dengan ketrampilan. Ketrampilan yang bisa menambah
financial yang dapat dikerjakan dirumah.
Karena pengalaman diri sendirilah mengapa jika punya anak
perempuan sekiranya lebih “diwajibkan”
untuk diberi bekal ketrampilan. Supaya sukses bekerja walaupun dari rumah.
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis “Asyiknya Bekerja
dari Rumah”. Saya belum memiliki buku “Asyiknya Bekerja dari Rumah” dan ingin
memilikinya untuk menambah wawasan bahwa dari rumah pun pundi-pundi uang bisa
dihasilkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar